tag:blogger.com,1999:blog-75314827410997806662024-03-05T19:22:01.780-08:00teknik pendinginanAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/06645089941936970089noreply@blogger.comBlogger1125tag:blogger.com,1999:blog-7531482741099780666.post-25642799928823510392012-08-20T23:41:00.001-07:002012-08-20T23:41:20.301-07:00teknik pendingin<h3 class="post-title entry-title" itemprop="name">
Pengkondisian Udara (AC) (3)
</h3>
<div class="post-header">
</div>
<span style="font-size: 85%;">Artikel Iptek - Bidang Energi dan Sumber Daya Alam</span><a href="http://www.beritaiptek.com/profilpenulis.php?id=45"><span style="font-size: 85%;"></span></a><br /><br />Setelah
mengulas tantangan kontemporer yang dihadapi oleh teknologi
refrigerasi/pengkondisian udara serta beberapa alternatif sistem yang
telah dikembangkan untuk menghadapi tantangan tersebut, bagian ke-3 dari
seri tulisan tentang refrigerasi ini mengulas perkembangan teknologi di
bidang refrigeran (fluida kerja mesin refrigerasi) dan teknologi mesin
refrigerasi itu sendiri.<br /><br /><strong>Perkembangan Teknologi di Bidang Refrigeran</strong><br /><br />Refrigeran
adalah fluida kerja yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi.
Refrigeran merupakan komponen terpenting siklus refrigerasi karena
dialah yang menimbulkan efek pendinginan dan pemanasan pada mesin
refrigerasi. Seperti telah dijelaskan pada Bagian 1, masalah kontemporer
yang menghadang refrigeran adalah munculnya lubang ozon dan pemanasan
global.<br /><br />ASHRAE (2005) mendefinisikan refrigeran sebagai fluida
kerja di dalam mesin refrigerasi, pengkondisian udara, dan sistem pompa
kalor. Refrigeran menyerap panas dari satu lokasi dan membuangnya ke
lokasi yang lain, biasanya melalui mekanisme evaporasi dan kondensasi.
Calm (2002) membagi perkembangan refrigeran dalam 3 periode: Periode
pertama, 1830-an hingga 1930-an, dengan kriteria refrigeran "apa pun
yang bekerja di dalam mesin refrigerasi". Refrigeran yang digunakan
dalam periode ini adalah ether, CO2, NH3, SO2, hidrokarbon, H2O, CCl4,
CHCs. Periode ke-dua, 1930-an hingga 1990-an menggunakan kriteria
refrigeran: aman dan tahan lama (durable). Refrigeran pada periode ini
adalah CFCs (Chloro Fluoro Carbons), HCFCs (Hydro Chloro Fluoro
Carbons), HFCs (Hydro Fluoro Carbons), NH3, H2O. Periode ke-tiga,
setelah 1990-an, dengan kriteria refrigeran "ramah lingkungan".
Refrigeran pada periode ini adalah HCFCs, NH3, HFCs, H2O, CO2.<br /><br />Perkembangan
mutakhir di bidang refrigeran utamanya didorong oleh dua masalah
lingkungan, yakni lubang ozon dan pemanasan global. Sifat merusak ozon
yang dimiliki oleh refrigeran utama yang digunakan pada periode ke-dua,
yakni CFCs, dikemukakan oleh Molina dan Rowland (1974) yang kemudian
didukung oleh data pengukuran lapangan oleh Farman dkk. (1985). Setelah
keberadaan lubang ozon di lapisan atmosfer diverifikasi secara
saintifik, perjanjian internasional untuk mengatur dan melarang
penggunaan zat-zat perusak ozon disepakati pada 1987 yang terkenal
dengan sebutan Protokol Montreal. CFCs dan HCFCs merupakan dua
refrigeran utama yang dijadwalkan untuk dihapuskan masing-masing pada
tahun 1996 dan 2030 untuk negara-negara maju (United Nation Environment
Programme, 2000). Sedangkan untuk negara-negara berkembang, kedua
refrigeran utama tersebut masing-masing dijadwalkan untuk dihapus
(phased-out) pada tahun 2010 (CFCs) dan 2040 (HCFCs) (Powell, 2002).
Pada tahun 1997, Protokol Kyoto mengatur pembatasan dan pengurangan
gas-gas penyebab rumah kaca, termasuk HFCs (United Nation Framework
Convention on Climate Change, 2005).<br />Powell (2002) menerangkan bebeapa syarat yang harus dimiliki oleh refrigeran pengganti, yakni:<br /><ol>
<li>Memiliki
sifat-sifat termodinamika yang berdekatan dengan refrigeran yang hendak
digantikannya, utamanya pada tekanan maksimum operasi refrigeran baru
yang diharapkan tidak terlalu jauh berbeda dibandingkan dengan tekanan
refrigeran lama yang ber-klorin.</li>
<li>Tidak mudah terbakar.</li>
<li>Tidak beracun.</li>
<li>Bisa bercampur (miscible) dengan pelumas yang umum digunakan dalam mesin refrigerasi.</li>
<li>Setiap refrigeran CFC hendaknya digantikan oleh satu jenis refrigeran ramah lingkungan.</li>
</ol>
Setelah
periode CFCs, R22 (HCFC) merupakan refrigeran yang paling banyak
digunakan di dalam mesin refrigerasi dan pengkondisian udara. Saat ini
beberapa perusahaan pembuat mesin-mesin refrigerasi masih menggunakan
refrigeran R22 dalam produk-produk mereka. Meski refrigeran ini,
termasuk juga refrigeran jenis HCFCs lainnya, dijadwalkan untuk
dihapuskan pada tahun 2030 (untuk negara maju), namun beberapa negara
Eropa telah mencanangkan jadwal yang lebih progresif, misalnya Swedia
telah melarang penggunaan R22 dan HCFCs lainnya pada mesin refrigerasi
baru sejak tahun 1998, sedangkan Denmark dan Jerman mengijinkan
penggunaan HCFCs pada mesin-mesin baru hanya hingga 31 Desember 1999
(Kruse, 2000).<br /><br />Protokol Montreal memaksa para peneliti dan
industri refrigerasi membuat refrigeran sintetis baru, HFCs (Hydro
Fluoro Carbons) untuk menggantikan refrigeran lama yang ber-klorin yang
dituduh menjadi penyebab rusaknya lapisan ozon. Weatherhead dan Andersen
(2006) mengemukakan bahwa sejak 8 tahun terakhir, penipisan kolom
lapisan ozon tidak terjadi lagi. Kedua peneliti ini meyakini akan
terjadinya pemulihan lapisan ozon. Meski demikian, keduanya tidak secara
jelas merujuk turunnya penggunaan zat perusak ozon sebagai penyebab
pulihnya lapisan ozon. Powell (2002) menyebutkan bahwa adanya kerjasama
yang sangat baik antara produser refrigeran dan perusahaan pengguna
refrigeran telah memungkinkan terjadinya transisi mulus dari era
penggunaan CFCs secara besar-besaran di 1986 hingga penghapusan dan
penggantiannya dengan R134a di tahun 1996. Banyak kalangan menyebutkan
bahwa Protokol Montreal adalah salah satu perjanjian internasional di
bidang lingkungan yang paling berhasil diterapkan.<br /><br />Saat ini,
HCFCs (yang pada dasarnya merupakan pengganti transisional untuk CFCs)
telah memiliki 2 kandidat pengganti, yakni R410A (campuran dengan sifat
mendekati zeotrop) dan R407C (campuran azeotrop) (Kruse, 2000).
Hidrokarbon Propana (R290) juga berpotensi menjadi pengganti R22 (Kruse,
2000). R407C merupakan campuran antara R32/125/132a dengan komposisi
23/25/52, sedangkan R410A adalah campuran R32/125 dengan komposisi 50/50
(ASHRAE, 2005). Saat ini, beberapa perusahaan terkemuka di bidang
refrigerasi dan pengkonsian udara telah menggunakan R410A dalam produk
mereka.<br /><br />Jika Protokol Montreal dan Kyoto dilaksanakan secara
penuh dan konsisten, maka secara umum pada saat ini belum ada pilihan
refrigeran komersial selain refrigeran alami. Meskipun perlu dicatat
bahwa baru-baru ini terdapat produsen refrigeran yang mengklaim
keberhasilannya membuat refrigeran yang tidak merusak ozon dan tidak
menimbulkan pemanasan global (ASHRAE, 2006). Beberapa refrigeran alami
yang sudah digunakan pada mesin refrigerasi adalah: amonia (NH3),
hidrokarbon (HC), karbondioksida (CO2), air, dan udara (Riffat dkk.,
1997). Kata "alami" menekankan keberadaan zat-zat tersebut yang berasal
dari sumber biologis atapun geologis; meskipun saat ini beberapa produk
refrigeran alami masih didapatkan dari sumber daya alam yang tidak
terbarukan, misalnya hidrokarbon yang didapatkan dari oil-cracking,
serta amonia dan CO2 yang didapatkan dari gas alam (Powell, 2002).<br /><br />Penggunaan
karbondioksida, air, dan udara pada refrigerator komersial masih
memerlukan riset yang mendalam, sedangkan penggunaan amonia dan
hidrokarbon, meskipun sudah cukup banyak dilakukan, masih memiliki
peluang riset yang cukup banyak (Riffat dkk., 1997). Amonia bersifat
racun (toxic) dan cukup mudah terbakar, sedangkan hidrokarbon termasuk
dalam zat yang sangat mudah terbakar; oleh karena itu refrigeran
tersebut secara umum sulit digunakan pada sistem ekspansi langsung.
Sistem refrigerasi tak-langsung bisa digunakan untuk mengatasi kelemahan
kedua refrigeran tersebut. Beberapa peneliti berusaha menekan tingkat
keterbakaran refrigeran hidrokarbon dengan cara mencampurkannya bersama
refrigeran lain yang tak mudah terbakar (Pasek dkk., 2006; Sekhar dkk.,
2004; Dlugogorsky dkk., 2002). Granryd (2001) menekankan bahwa pada
dasarnya sudah tersedia teknologi untuk meningkatkan keamanan pada
sistem refrigerasi yang menggunakan refrigeran hidrokarbon, namun cara
yang ekonomis untuk membuat sistem tersebut aman dan terbukti dapat
digunakan dalam skala luas masih perlu dikembangkan lebih lanjut.<br /><br /><strong>Teknologi Refrigerasi Alternatif</strong><br /><br />Munculnya
beberapa permasalahan pada refrigerasi siklus kompresi uap dalam dekade
belakangan ini membuat beberapa peneliti berusaha memunculkan sistem
refrigerasi alternatif yang tidak mengandung permasalahan serupa.
Teknologi alternatif tersebut diantaranya adalah refrigerasi sistem
absorpsi, adsorpsi padatan (solid adsorption), dan efek magnetokalorik.
Sistem absorpsi dan adsorpsi padatan tidak menggunakan refrigeran yang
merusak ozon dan menimbulkan pemanasan global, serta bisa memanfaatkan
panas matahari ataupun panas buangan; sedangkan refrigerasi sistem efek
magnetokalorik sama sekali tidak menggunakan refrigeran primer.<br /><br /><strong>Refrigerasi Siklus Absorpsi</strong><br /><br />Refrigerasi
absorpsi merupakan siklus yang digerakkan oleh energi termal. Berbeda
dengan sistem refrigerasi konvensional, energi mekanik yang diperlukan
oleh refrigerasi absorpsi sangat kecil. Diagram refrigerasi absorpsi
efek tunggal dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini:<br /><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5234220890742823906" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjL4Q1HeEB6UxvYH_XQYiLeDiINy6ntPENPAa-0-W3EYxgJH2BGoUBxSz-5d_OSRAUTW3xASwlafL-FbVkot-AnqBs94qaWS5OZ88bvOedZyv4RMu9D9fNM25gxWZj-taIGM1eMWrcOXUI/s320/skema5.jpg" style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center;" /><br /><div align="center">
Gambar 1 Diagram siklus refrigerasi absorpsi efek tunggal</div>
<br />Pada
Gambar 1, QA adalah perpindahan panas dari absorber, WPump kerja yang
diperlukan pompa, QG adalah perpindahan panas yang diperlukan oleh
generator, QC adalah perpindahan panas dari kondenser, dan QE adalah
panas yang diserap oleh evaporator. Penukar kalor yang terdapat di dalam
siklus absorpsi berfungsi untuk meningkatkan temperatur larutan sebelum
memasuki generator, sehingga bisa menghemat energi.<br /><br />Seperti
halnya siklus refrigerasi kompresi uap, efek pendinginan pada siklus
absorpsi juga terjadi pada sisi evaporator. Untuk menggantikan kompresor
seperti yang digunakan di dalam siklus kompresi uap, digunakan tiga
komponen di dalam siklus absorpsi; yakni absorber, pompa, dan generator.
Absorber berfungsi untuk menyerap uap refrigeran ke dalam absorben,
sehingga keduanya bercampur menjadi larutan. Karena reaksi di dalam
absorber adalah eksotermik (mengeluarkan panas), maka perlu dilakukan
proses pembuangan panas dari absorber. Tanpa dilakukannya proses
pembuangan panas, maka kelarutan (solubility) uap refrigeran ke dalam
absorben akan rendah. Selanjutnya, larutan tersebut dipompa ke
generator.<br /><br />Dalam perjalanan menuju generator, larutan dilewatkan
di dalam penukar kalor untuk meningkatkan temperatur (preheating). Daya
pompa yang diperlukan sangat kecil, sehingga dalam perhitungan COP
siklus absorpsi, daya ini biasanya diabaikan. Di dalam generator,
larutan dipanaskan hingga terjadi pemisahan refrigeran dari larutan.
Selanjutnya, uap refrigeran tersebut akan memasuki kondensor. Proses
selanjutnya tidak berbeda dengan siklus kompresi uap, yakni kondensasi,
penuruan tekanan (melalui mekanisme penghambat aliran - flow
restrictor), dan evaporasi.<br /><br />Dua keuntungan utama penggunaan
siklus absorpsi adalah: (1) Siklus ini tidak menggunakan refrigeran yang
merusak lapisan ozon dan menimbulkan pemanasan global, dan (2) Siklus
ini bisa menggunakan panas buangan, sehingga sangat cocok digunakan
dalam siklus kombinasi bersama dengan pembangkitan listrik dan
panas/termal. Siklus kombinasi ini sangat berpotensi menghemat energi.
Sistem pemanas dan pendingin di Shinjuku, Jepang, diklaim oleh
operatornya (Tokyo Gas) bisa menghasilkan penghematan energi pendinginan
sebesar 20% (Tokyo Gas, 2002).<br /><br />Performansi sistem ini bisa didefiniskan dengan cara yang sama seperti halnya dalam siklus kompresi uap, yakni:<br />(3)<img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5234221781605822338" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEisp174DP4qIrj4VvZ8RtldvUEGaywZghcgiD5RAlrkg6fSPEwBhcoyo01D1_kAoK5fHDEHANU8diGqaor4_sTts_XtlXylqeK7jJ-VCFPz0lg_xrza8eWCT-bmp081EbItSgaE5-Ceps0/s320/rumus+COP2.jpg" style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center;" /><br />Namun
karena daya pompa siklus ini umumnya sangat kecil dibandingkan dengan
komponen yang lain, maka WPump seringkali dihilangkan dari Persamaan
(3). Dalam aplikasinya, performa (COP) siklus absorpsi masih lebih
rendah bila dibandingkan dengan siklus kompresi uap. Dalam artikel
reviewnya, Shrikhirin (2001) menjelaskan beberapa teknik yang bisa
digunakan untuk meningkatkan prestasi siklus absorpsi.<br /><br />Holmberg
dan Berntsson (1990) menerangkan beberapa kriteria yang perlu dipenuhi
oleh fluida kerja (campuran antara refrigeran dan absorben), yakni:<br /><ol>
<li>Perbedaan titik didih antara refrigeran dan larutan pada tekanan yang sama (boiling elevation) haruslah sebesar mungkin.</li>
<li>Refrigeran
perlu memiliki panas penguapan yang tinggi dan konsentrasi yang tinggi
di dalam absorben untuk menekan laju sirkulasi larutan diantara absorber
dan generator per-satuan kapasitas pendinginan.</li>
<li>Memiliki
sifat-sifat transport, seperti viskositas, konduktivitas termal, dan
koefisien difusi, yang baik sehingga dapat menghasilkan perpindahan
panas dan massa yang juga baik.</li>
<li>Baik refrigeran dan absorbennya harus bersifat non-korosif, ramah lingkungan, dan murah.</li>
</ol>
Kriteria
lain untuk fluida kerja sistem absorpsi serupa dengan kriteria untuk
refrigeran siklus kompresi uap, seperti stabil secara kimiawi, tidak
beracun, tidak mudah terbakar, dan tidak mudah meledak. Hingga saat ini,
fluida kerja yang paling banyak digunakan di dalam sistem refrigerasi
absorpsi adalah Air/NH3 dan LiBr/Air (Srikhirin dkk., 2001).<br /><br /><strong>Refrigerasi Adsorpsi Padatan (solid adsorption)</strong><br /><br />Efek
pendinginan pada siklus solid adsorption menggunakan prinsip yang sama
dengan sistem refrigerasi lainnya: bahwa proses evaporasi memerlukan
suplai energi (menyerap energi). Proses adsorpsi melibatkan pemisahan
suatu zat dari cairan dan pengakumulasiannya pada permukaan sebuah zat
padat. Zat yang menguap dari fasa cair disebut sebagai adsorbat,
sedangkan zat padat yang menyerap adsorbat disebut sebagai adsorben.
Molekul-molekul yang diserap oleh adsorben bisa dilepaskan kembali
dengan cara memanaskan adsorben; dengan demikian proses ini bersifat
reversibel. Terdapat dua macam adsorben, yakni hydrophilic seperti gel
silika, zeolit dan alumina aktif atau alumina berpori; dan hydrophobic
seperti karbon aktif, polimer dan silikat (Sumathy dkk., 2003). Adsorben
hydrophilic memiliki kemampuan ikat yang tinggi dengan zat yang
bersifat polar (seperti air), sedangkan adsorben hydrophobic dengan zat
yang bersifat non-polar (seperti minyak).<br /><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5234222803520251138" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGnC86T7c1nz4z-qI1pGdqx0tf8ql-aTf6mqGS8-_2SSMXC-LS0Ao1bBotqHCRe3CMYJIH_4jzbmVd5DcDSZqHmotyU3Hl1rnTWkZ2dstERNPdo1uPxv7TORgwfHz0SqTWOjJhXEgAyys/s320/skema6.jpg" style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center;" /> <div align="center">
Gambar 2 Diagram Clapeyron untuk siklus adsorpsi ideal</div>
Siklus
adsorpsi dasar bisa dilihat pada Gambar 5. Siklus ideal dimulai dari
titik A: adsorben berada pada temperatur rendah, TA, dan tekanan rendah,
PE (tekanan evaporasi). A - B menunjukkan pemanasan adsorben bersamaan
dengan adsorbat. Pada saat ini, wadah adsorben (kolektor) dihubungkan
dengan kondensor. Pemanasan lanjut pada adsorben dari B ke D menyebabkan
sebagian adsorbat mengalami desorpsi dan selanjutnya uapnya
terkondensasi di kondensor (titik C). Pada saat adsorben mencapai
temperatur maksimum, TD, proses desorpsi berhenti. Selanjutnya cairan
adsorbat dikirimkan ke evaporator dari C ke E; kemudian kolektor ditutup
dan mendingin. Penurunan temperatur dari D ke F menyebabkan penurunan
tekanan dari PC ke PE. Setelah kolektor dihubungkan dengan evaporator;
evaporasi dan adsorpsi terjadi pada saat adsorben didinginkan dari
temperatur F ke A. Efek pendinginan muncul pada saat terjadinya
evaporasi adsorbat.<br />
Dibandingkan dengan siklus kompresi uap,
prestasi siklus adsorpsi jauh lebih kecil. Sumathy dkk. (2003)
menjelaskan beberapa modifikasi yang perlu dilakukan pada siklus
adsorpsi untuk meningkatkan prestasi siklus tersebut. COP tertinggi
siklus adsorpsi yang didata oleh Sumathy dkk. (2003) adalah 1,06.
Beberapa peneliti telah menyelidiki aplikasi siklus adsorpsi di berbagai
bidang, seperti pengkondisian udara di dalam kabin masinis (Lu dkk.,
2004; Wang dkk., 2006a), refrigerator tenaga surya untuk gedung (Lemmini
dan Errougani, 2005), pendingin air (Liu dkk., 2005), dan pembuat es
(ice maker) untuk kapal nelayan (Wang dkk., 2006b).<br />
<strong>Refrigerasi Efek Magnetokalorik</strong><br />
Efek
magnetokalorik, yang merupakan sifat intrinsik seluruh material
magnetik, menyebabkan material yang bersifat magnetik akan membuang
panas dan tingkat entropi magnetiknya turun pada saat dikenai medan
magnet secara isotermal. Efek yang berkebalikan akan terjadi manakala
medan magnet dihilangkan. Dengan demikian, efek magnetokalorik ini bisa
digunakan untuk mendinginkan suatu zat. Prinsip ini telah digunakan
dalam refrigerasi kriogenik sejak tahun 1930-an (Yu dkk., 2003).
Refrigerasi magnetik dipandang sebagai teknologi hijau (green
technology) yang memiliki potensi untuk menggantikan siklus konvensional
kompresi uap. Efisiensi refrigerasi magnetik bisa mencapai 30 - 60%
terhadap siklus Carnot, sedangkan siklus kompresi uap hanya mencapai 5 -
10% terhadap siklus Carnot (Yu dkk., 2003). Oleh karena itu,
refrigerasi magnetik diperkirakan memiliki potensi yang bagus di masa
mendatang.<br />
Siklus dasar refrigerasi magnetik adalah siklus Carnot
magnetik, siklus Stirling magnetik, siklus Ericcson magnetik, dan siklus
Brayton magnetik. Mekanisme kerja siklus refrigerasi magnetik, misalnya
siklus Ericcson magnetik, dijelaskan di bawah ini (lihat juga Gambar
6).<br />
<ol>
<li>Proses magnetisasi isothermal (A-B). Pada saat terjadi
kenaikan medan magnet (dari H0 ke H1), panas dipindahkan dari refrigeran
magnetik ke fluida regenerator untuk menjaga refrigeran dalam keadaan
isotermal. Note: yang dimaksud dengan refrigeran adalah material
magnetik itu sendiri.</li>
<li>Proses pendinginan pada medan-konstan
(B-C). Pada keadaan medan magnet konstan (H1), panas dipindahkan dari
refrigeran magnetik ke fluida regenerator.</li>
<li>Proses demagnetisasi
isotermal (C-D). Pada saat medan magnet diturunkan (dari H1 ke H0),
panas diserap dari fluida regenerator ke refrigeran magnetik untuk
menjaga kondisi isotermal pada refrigeran.</li>
<li>Proses pemanasan pada medan-konstan (D-A). Temperatur akhir refrigeran magnetik kembali ke kondisi semula (A).</li>
</ol>
<img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5234223548669926290" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSaz1eRj5GMNY4yVK_Cd3gotOBY9LGCetvw6L68yYozZne72R2VEM4j4OWtM8U7CIznpNRH6lczkEayWDIFE44s7NXK5DWxg_yvxCu3YhONm1XZqFZMwT0NujI45RsCcYIsGNkJKqXUiQ/s320/skema7.jpg" style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center;" /><br />Gambar 3 Diagram siklus Ericcson magnetik. Pada gambar tersebut, S dan T masing-masing adalah entropi dan temperatur.<br />
Beberapa
peneliti mengeksplorasi kemungkinan penggunaan refrigerasi magnetik
sebagai pengganti sistem refrigerasi konvensional. Pada 1976, di Lewis
Research Center of American National Aeronautics and Space
Administration, Brown menggunakan logam tanah jarang (rare-earth metal)
gadolinium (Gd) sebagai refrigeran magnetik untuk refrigerasi pada
temperatur ruang (Yu dkk., 2003). Dengan menambahkan berbagai variasi
silika dan germanium ke latis (lattice) kristal gadolinium, Vitalij
Pecharsky dan Karl Gschneidner dari the Ames Laboratory di Iowa State
University menemukan jenis material baru yang bisa mendinginkan dua
hingga enam kali lebih banyak dalam siklus magnetik tunggal, yang
berarti bahwa mesin refrigerasi ini bisa menggunakan medan magnet yang
lebih lemah atau material yang lebih kecil (Glanz, 1998).<br />
Dengan
memadukan refrigeran magnetik Gd5Ge2Si2 dan sejumlah kecil besi,
Provenzano dkk. (2004) melaporkan bahwa mereka bisa mengurangi
kehilangan histerisis (yang menyebabkan refrigeran magnetik kurang
efisien) hingga 90%. Selain menggunakan paduan berbasiskan gadolinium,
Tegus dkk. (2002) menggunakan refrigeran magnetik berbasiskan logam
transisi, MnFeP0.45,As0.55, untuk refrigerasi pada temperatur ruang
dengan hasil refrigerasi yang secara signifikan lebih besar dibandingkan
dengan Gd5Ge2Si2. Namun demikian, saat ini pengembangan refrigerasi
magnetik pada temperatur ruang masih belum matang. Yu dkk. (2003)
menekankan bahwa kesulitan utama dalam pengembangan refrigerasi magnetik
adalah: <br />
<ol>
<li>Diperlukannya material magnetik dengan efek magnetokalorik yang besar, </li>
<li>Diperlukannya medan magnet yang kuat, dan </li>
<li>Diperlukannya sifat regenerasi dan perpindahan panas yang istimewa.</li>
</ol>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06645089941936970089noreply@blogger.com0